RESUME Hukum Acara Pidana Indonesia Prof. DR. Andi Hamzah, S.H.
Tugas RESUME Mata Kuliah
Hukum Acara Pidana
 (Hukum Acara Pidana Indonesia Prof. DR. Andi Hamzah, S.H.)
Guna Memenuhi Nilai Tugas Terstruktur I
Disusun Oleh :
Setyakandhy Imam Kusuma
Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Brawijaya
Fakultas Hukum
Malang
2007
RESUME Mata Kuliah
Hukum Acara Pidana
 (Hukum Acara Pidana Indonesia Prof. DR. Andi Hamzah, S.H.)
ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL
Pada
 waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia telah tercipta 
hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian 
disebut Hukum Adat. Pada masa primitive  pertumbuhan hukum, yang dalam 
dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan hukum public, tidak 
membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum
 Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana. Tuntutan Perdata 
dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga – 
lembaganya.
Supomo
 menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta 
adalah suatu totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan 
Lingkungannya merupakan suatu kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak 
dipisahkan. Sehingga yang paling utama adalah keseimbangan dan 
keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Segalanya perbuatan yang 
menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum (adat).
Hazairin dalam tulisannya berjudul “Negara tanpa penjara” dalam Tiga Serangkai Tentang Hukum menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada kekuasaan Tuhan.
Bentuk
 – bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het 
Adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu 
sebagai berikut :
1.            Pengganti kerugian “immaterial” dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan.
2.            Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai peganti kerugian rohani.
3.            Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4.            Penutup malu, permintaan maaf
5.            Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
6.            Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluat Tata Hukum.
PERUBAHAN PERUNDANG – UNDANGAN DI NEGERI BELANDA YANG DENGAN ASAS KONKORDANSI DIBERLAKUKAN PULA DI INDONESIA
KUHAP
 yang dianggap sebagai produk nasional, merupakan penerusan pula asas – 
asas hukum acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned strafvordering 
1926 yang lebih modern. Pada Bab I dikemukakan asas – asas hukum acara 
pidana yang terdapat dalam KUHAP yang seluruhnya terdapat pula pada Nev.
 Sv.
Kita
 terbawa oleh arus kepada perubahan penting perundang – undangan di 
negeri Belanda pada tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja 
terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada
 waktu itu, golongan logis yaitu yang memandang bahwa semua peraturan 
hukum seharusnya dalam bentuk undang – undang sangat kuat. Berlaku 
ketentuan pada waktu itu bahwa kelaziman – kelaziman tidak merupakan 
hukum, kecuali bilamana kelaziman tersebuit ditunjuk dalam undang – 
undang (aturan hukum yang tertulis dan terbuat dengan sengaja)
Sebelum
 itu, VOC pada tahun 1747 telah mengatur organisasi peradilan pribumi di
 pedalaman, yang langsung memikirkan tentang “Javasche wetten” (undang –
 undang Jawa). Hal itu diteruskan pula oleh Daendels dan Raffles untuk 
menyelami hukum adapt sepanjang pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian 
di negeri Belanda itu maka usaha ini ditangguhkan.
Mr.
 H.L. Wichers seorang legis yang berasal dari Groningen. Pada waktu 
masih di Belanda ia mempelajari rancangan Panitia Scholten. Ia 
berpengalaman sebagai bekas jaksa dan anggota dewan pertimbangan agung. 
Ia berangkat ke Hindia Belanda pada bulan Mei 1846
Tiga
 pekerjaan utama yang ;diselesaikan selama satu setengah tahun, yaitu 
pertama peraturan mengenai peradilan, kedua mengwnai perbaikan kitab 
undang-undang yang telah ditetapkan itu, dan ketiga pertimbangan tentang
 berlakunya hukum Eropa untuk orang Timur.
Isi
 dari firman Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang diumumkannya di 
Indonesiadengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terepenting ialah yang tersebut 
Pasal 1 dan Pasal 4.
Peraturan – peraturan hukum yang dibuat untuk “Hindia Belanda” yaitu sebagai berikut.
Ketentuan Umum tentang Perundang – Undangan; (AB).
Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Pengadilan (RO).
Kitaab Undang – Undang Hukum Perdata (BW).
Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (WvK)
Ketentuan
 – ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh 
pailit dan terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan penangguhan 
pembayaran utang (Pasal 1)
Peraturan acara perdata untuk (Hooggerechtshof dan Raad van Justitie).
Peraturan
 tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara 
criminal mengenai golongan Bumiputra dan orang – orang yang dipersamakan
 (Pasal 4).
Yang disebut belakangan in yang disebut reglement
 op de uitofening van de politie, de burgelijke rechtspleging en de 
strafvordering onder de Inlanders en de Oosterlingen of Java en Madoera.
INLANDS REGLEMENT KEMUDIAN HERZIENE INLANDS REGLEMENT
Salah
 satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan 
pengumuman Gubenur Jendral tanggal 3 Desember 1847 Sbld Nomor 57 ialah 
Inlands Reglement atau didingkat IR.
Reglement tersebut berisi acara perdata dan acara pidana. Mr. H.L. Wichers tidak mengalami kesulitan dalam hal penyusunan bagian acara pidana, karena ia mengambil sebagian besar dari reglement op de Strafvordering
 untuk Raad van Justitie. Mengenai rancangan itu Procureur Generaal 
(Jaksa Agung Hindia Belanda) pada waktu itu yaitu Mr. Hultman 
berpendapat bahwa itu terlalu sulit untuk dilaksanakan, sehingga nanti 
mengakibatkan bertimbunnya pekerjaan openbaar ministerie (penuntut umum)
 dan juga bagi Procureur Generaal.
Gubernur
 Jenderal Rochussen sendiri masih khawatir tentang diberlakukannya 
reglemen tersebut bagi orang Bumiputra, jangan – jangan terlampau jauh 
memasuki kehidupan mereka, sehingga reglement tersebut masih dipandang 
sebagai percobaan.
Menurut Supomo, Mr. Wichers ini
 penganjur politik pendesakan hukum adat secara sistematis serta 
berangsur – angsur oleh hukum Eropa. Akan tetapi Gubenur Genderal tidak 
menyetujuinya. Ia beranggapan bahwa perombakan atau pemecahan masyarakat
 Jawa itu berbahaya dan tidak politis, selama belum dapat dibentuk 
masyarakat lain yang tetap sentosa sebagai penggantinya dan yang 
terakhir ini tidak dapat dikira – kirakan selama orang Bumiputra itu 
tetap beragama Islam dan bukan Kristen
Mr.
 Wichers mengadakan beberapa perbaikan atas anjurannya Gubenur Jendral ,
 dan diumumkan pada tanggal 5 April 1848, Sbld Nomor 16, dan dikuatkan 
dengan firman Raja tanggal 29 September 1849 Nomor 93, diumumkannya 
dalam Sbld 1849 Nomor 63.
Reglement
 tersebut beberapa kali diubah dan diumumkankembali dengan Sbld 1926 
Nomor 559 jo. 496. Sesudah tahun 1926 masih diadakan perubahan, yang 
terpenting ialah yang diumumkan dengan Sbld1941 Nomor 32 jo. 98.
Dengan
 Sbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inlands 
Reglement atau HIR. Yang terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah 
dengan perubahan itu dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut 
umum, yang dahulu ditempatkan di bawah pamong praja. Dengan perubahan 
ini maka Openbaar Ministerie (OM) atau Perket itu secara bulatdan tidak 
terpisah – pisahkan (een en ondeelbaar) berada di bawah Officiervan 
Justitie dan Procureur Generaal.
Dalam
 Praktek, IR masih berlaku di samping HIR di Jawa dan Madura. HIR 
berlaku di kota – kota besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang, 
Surabaya, Malang, dan lain – lain, sedangkan dikota – kota lain berlaku 
IR.
Untuk
 golongan Bumiputra, selain yang telah disebut dimuka masih ada 
pengadilan lain seperti districgerecht, regentschapsgerecht, dan luar 
Jawa dan Madura terdapat magistraatsgerecht menurut ketantuan Reglement 
Buitengewesten yang memutus perkara yang kecil.
Sebagai
 pengadilan yang tertinggi meliputi seluruh “Hindia Belanda”, ialah 
Hooggerechtshof yang putusan – putusan disebut arrest. Tugas diatur 
dalam Pasal 158 Indische Staatsregeling dan RO.
ACARA PIDANA PADA ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG DAN SESUDAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pada
 zaman pendudukan Jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan asasi 
kecuali hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan untuk golongan 
Eropa. Dengan Undang undang (Osamu Serei) No 1 Tahun 1942 yang mulai 
berlaku pada tanggal 7 Maret 1942 dikeluarkan aturan peralihan di Jawa 
dan Mardura yang berbunyi  : “Semua badan – badan pemerintahan dan 
kekuasaannya, hukum dan undang – undang dari pemerintah yang dulu, tetap
 diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan 
peraturan pemerintah militer” (Pasal 3).
Acara
 pidana pada umumnya tidak berubah. HIR dan Reglement voor de 
Buitengewesten serta Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan 
Negeri  (Tihoo Hooin). Pengadilan Tinggi (Kootoo Hooin) dan Pengadilan 
Agung (Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur dengan Osamu Serei 
Nomor 3 Tahun 1942 Tanggal 20 September 1942.
Pada
 tiap macam pengadilan itu ada kejaksaan, yaitu Saikoo Kensatsu Kyoku 
pada Pengadilan Agung, Kootoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Tinggi, dan
 Tihoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Negeri.
Pada
 saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut 
dipertahankan dengan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945.
Untuk
 memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu 
peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan Nomor 2.
HUKUM ACARA PIDANA MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 1 (DRT) TAHUN 1951
Dengan
 undang – undang tersebut dapat dikatakan telah diadakan unifikasi hukum
 acara pidanadan susunanpengadilan yang beraneka ragam sebelumnya. 
Menurut Pasal 1 undang – undang tersebut dihapus yaitu sebagai berikut :
- Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
 - Appelraad di Makasar.
 - Apeelraad di Medan.
 - Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru) dan alat penuntut umum padanya.
 - Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
 - Segala pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
 - Segala pengadilan kabupaten
 - Segala raad distrik.
 - Segala pengadilan negorij.
 - Pengadilan swapraja.
 - Pengadilan adat.
 
Hakim perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a RO itu masih berhak hidup dengan alasan sebagai berikut :
- Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana sedangkan HIR dan Undang – undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara perdata dan hukum pidana materiil.
 - Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman juga tidak menghapusnya.
 
LAHIRNYA KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Setelah
 lahirnya orde baru terbukalah kesempatan  untuk membangun segala segi 
kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama merupakan 
pengganti peraturan warisan colonial.
Sejak
 Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu panitia di 
departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana undang – 
undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja menggantikan
 Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman, penyempurnaan rencana itu 
diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan kepada 
Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu 
Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan 
Departemen Kehakiman.
Setelah
 Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan rencana 
tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang Hukum Acara 
Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas 
dengan amanat Presiden pada tanggal 12 September1979 Nomor 
R.08/P.U./IX/1979.
Yang
 terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil
 pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 
284.
Pasal
 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan 
peninjauan kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya 
yang terdapat dalam Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tapi
 kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda – tanda
 adanya usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan 
dengan PP Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa 
penyidikan delik – delik dalam perundang – undangan pidana khusus 
tersebut, dilakukan oleh berikut ini.
- Penyidik
 - Jaksa.
 - Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).
 
Rancangan
 Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh siding paripurna DPR 
pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan menjadi 
undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama KITAB UNDANG –
 UNDANG ACARA PIDANA (Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 
76, TLN Nomor 3209.




















trimakasih postingannya membantuku..
BalasHapusjangan lupa ya kunjungi blog Mencari Solusi Atas Krisis Penegakan Hukum Indonesia dg Penyehatan Penegakan Hukum Berkeadilan
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino
THANK U THOR
BalasHapus