HUKUM PAJAK ~ Pajak Penghasilan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
- Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
- Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
- Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Ciri pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
- Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
- Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
- Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
- Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
- Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulative)
Pajak Penghasilan
Peraturan perundang – undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun 1994. UU Pajak Penghasilan ini dilandasi dengan Fasafah Pancasila dan UUD 1945 yang didalamnya terdapat ketentuanyang menjunjung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajibanperpajakan sebagai kewajiban kenegaraaan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi.
Subjek Pajak
Dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara jelas tentang Subyek Pajak :
Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Subjek Pajak dalam negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
- badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
Setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak.
Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:
- dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
- dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; dan
- penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Subjek Pajak luar negeri adalah:
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
bentuk usaha tetap/ BUT (permanent establishment) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
- tempat kedudukan manajemen;
- cabang perusahaan;
- kantor perwakilan;
- gedung kantor;
- pabrik;
- bengkel;
- pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
- perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
- proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
- pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
- agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut:
Wajib Pajak dalam negeri:
- dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
- berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
- wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT:
pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Wajib Pajak luar negeri non-BUT:
- dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
- berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
- tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Yang bukan Subjek Pajak
Dalam Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 1994 dijelaskan tentang pengecualian yang menjadi Subyek Pajak yaitu :
- Badan perwakilan negara asing.
- Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
- bukan warga negara Indonesia; dan
- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
- negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
- Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
- tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
- Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
- bukan warga negara Indonesia; dan
- tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Objek Pajak
Dalam pasal 4 UU Nomor 10 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan tentang Objek Pajak :
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara lain:
- imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
- hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
- laba usaha.
- keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
- penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
- bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
- dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
- royalti.
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
- keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
- keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
- selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
- premi asuransi.
- iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
- tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
- penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
- penghasilan dari usaha dan kegiatan;
- penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
- penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas (global income tax), maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
KOMENTAR PENULIS
Di dalam artikel terdapat pengenaan pajak diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN), sehingga akan besar kemungkinannya terjadi penggelembungan Harga Penawaran SPN. Dalam hal ini pengenaan pajak Diskonto atas SPN termasuk dan tertera dalam Pasal 4 UU pajak Penghasilan Tentang Objek pajak ayat 1 huruf f, yaitu :
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi di jual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya dalam hal ini adalah pengenaan pajak diskonto SPN. Premium tersebut merupakan penghasilan penerbit Obligasi dan diskonto merupakan penghasilan pembeli obligasi.
Sehingga pengenaan Pajak diskonto SPN sama saja dengan pemerintah mebebankan pajak pada dirinya sendiri.
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 milyar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 milyar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
KOMENTAR
Karena pada dasarnya Pajak dikenakan oleh Negara adalah untuk Rakyat maka sudah suatu keharusan bahwa pajak tidaklah boleh membebani rakyat
Menurut Adam Smith, prinsip yang paling utama dalam rangka pemungutan pajak adalh keadilan dalam perpajakan yang dinyatakan dengan suatu pernyataan bahwa setiap warga Negara hendaknya berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah, sedapat secara proposional sesuai dengan kemampuan masing – masing, yaitu dengan cara membadingkan apa yang diperolehnya dengan perlindungan yang dinikmatinya dari Negara
Masalah yang muncul kemudian adalh keadilan bagi siapa dan terhadap apa.
Dikemukakan oleh Jhon F. Due, bahwa pada hakikatnya masalah keadilan dalam perpajakan adalah masalah pertimbangan nilai (value judgement) dan tidaklah mungkin untuk melakukan pendekatanilmiah guna merumuskan konsep keadilan tersebut.Ukuran keadilan dalam perpajakan semata – mata oleh pandangan atau konsessus yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri, sehingga kecenderungan untuk memberikan keabsahan ilmia (scientific validity) terhadap ukuran keadilan merupakan hal yang diragukan.
System perpajakan yang adil ialah adanya perlakuan yang sama terhadap orang atau badan yang berada dalam situasi ekonomi yang sama dan memberikan perlakuan yang berbeda – beda terhadap orang atau badan yang berada dalam keadaan ekonomi yang berbeda – beda.
Jalan menuju keadilan dalam pepajakan dimulai dari menentukan objeknya serta ukuran yang jelasn mengenai apa yang disebut sebagai kemampuan membayar pajak. Dalam hal ini warga di Klaten berkurang kemampuannya dalam memenuhi tkewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan akibat sehingga seharusnya pemerintah menghapus PBB bagi korban Gempa meski berimbas nantinya pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
0 komentar: